Mencari sekolah untuk anak-anak kita memang suatu perjuangan tersendiri bagi para orang tua. Itu juga yang saya alami satu tahun sebelum Hikari lulus TK. Ada beberapa hal yang saya hadapi dalam waktu yang bersamaan:
1. Keinginan saya akan sekolah yang saya pikir ideal atau mendekati ideal. Termasuk standar-standar yang saya tetapkan harus ada atau tidak boleh ada di sekolah tersebut.
2. Keinginan pasangan saya akan sekolah yang dia pikir ideal atau mendekati ideal. Termasuk standar-standar yang dia tetapkan harus ada atau tidak boleh ada di sekolah tersebut.
3. Keinginan para Eyang Hikari akan sekolah yang menurut mereka paling ideal.
4. Input, saran-saran dari kenalan-kenalan kami. Setiap orang juga mempunyai gambaran sekolah yang ideal mereka masing-masing, dan terkadang fanatik dengan saran mereka.
5. Literatur-literatur yang mengatur kami tentang sekolah mana yang ideal atau tidak.
Untungnya saya tidak lupa: Keinginan Hikari sendiri!
Setelah bertandang kesana kemari, membaca ini itu, mendengar saran sini situ, akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada sekolah alam ini.
Dibawah ini adalah beberapa alasan kenapa kami memilih sekolah alam, dan bukannya sekolah internasional, atau sekolah kurikulum internasional, atau malah sekalian sekolah lokal konvensional (atau sekolah-sekolah lain yang mengaku berbasis alam dan bermetode modern, tapi tak kalah konvensionalnya dengan yang konvensional).
1. Karakter Hikari.
Hikari yang tidak betah duduk diam, terlalu bersemangat bertanya, cepat bosan, imajinatif, dan punya pendekatan/pandangan berbeda dari kebanyakan anak-anak berdominan otak kiri harus dicarikan sekolah yang mengerti karakternya ini supaya dia tidak frustasi ketika menghadapi tembok birokrasi sekolah.
2. Gaya belajar Hikari.
3. Kurikulum sekolah dan pendekatan yang diambil sekolah terhadap kurikulum itu.
4. Cara pandang dan rasa percaya guru atas kurikulum sekolah.
5. Kemampuan guru dalam menerjemahkan kurikulum dan metode pengajaran sekolah.
Selain itu, ada hal-hal remeh temeh namun tak kalah pentingnya:
1. Biaya. Uang sekolah dan lain-lainnya (katering, seragam, transport, dsb.) harus terjangkau dan tidak membuat kami harus puasa senin-selasa-rabu-kamis-jumat.
2. Lokasi. Jangan sampai Hikari sudah mulai menghabiskan umurnya di jalan sejak SD. Dia toh akan menghabiskan umurnya di jalan saat dia dewasa dan bekerja nanti.
3. Mind set pengelola sekolah. Apakah mereka terbuka dan bijak terhadap masukan?
Showing posts with label Education. Show all posts
Showing posts with label Education. Show all posts
Saturday, October 25, 2008
Sekolah Dimana?
Posted by Mariskova at 1:11 AM 0 comments
Monday, June 18, 2007
Early School Days
Waktu Hikari berumur 1.5, Eyang Uti-nya sibuk membujuk saya dan Papap untuk menyekolahkan Hikari ke Playgroup. Tapi, saya masih belum tertarik untuk menyekolahkan anak itu. Saya juga tidak melihat satupun alasan yang membuat saya harus mengirimnya ke sekolah. Sosialisasi? Di lingkungan rumah kami tidak kurang banyaknya teman sebaya. Mainan? Di rumah banyak mainan! Belajar? Aih, anak bayi belajar apa? Saya bisa mengajarinya sendiri di rumah. Saya punya banyak resources untuk mengajari anak di rumah. Namun, saya akhirnya mengalah.
Akhirnya, pada umur 2 tahun, Hikari resmi sekolah.
Hikari sekolah disitu sampai umur 2.5 tahun, sebelum kami berangkat menyusul Papap. Bagaimana kabar Hikari di sekolah? Selain urusan mainan yang memang lebih banyak di sekolahnya, saya masih berpendapat dia tidak perlu disekolahkan. Hikari, di umurnya yang masih piyik, jelas tidak bisa duduk diam. Di saat temannya yang lain duduk anteng dibacakan buku oleh gurunya, dia akan sibuk dengan mainannya dan menolak untuk mendengarkan gurunya bercerita.
Teori awal yang menyebutkan Hikari sekolah untuk bersosialisasi juga tidak terbukti. Definisi sosialisasi anak umur 2 tahun adalah I play with my toys, you play with yours. Don't mess with mine! Hikari juga paling anti disuruh mewarnai. Yang jelas, dia memang belum 'bisa' memegang krayon. Yang dia mau, hanya bermain: mobil, perosotan, pasir, puzzle, balok, dll dsb atau merawat binatang peliharaan sekolah: kasih makan kelinci, ikan, ayam, bebek, dan burung. Di luar itu, dia tidak bisa kooperatif untuk duduk diam di meja.
Sebenarnya, hal ini agak tidak biasa, karena kalau di rumah, justru dia yang akan merayu saya untuk membaca buku dan sanggup duduk diam berlama-lama melihat-lihat bukunya. Hmm...
Umur sekolah Hikari di Jakarta hanya 6 bulan. Setelah itu kita pindah ke Jepang. Di sini, Hikari belum bisa diterima di TK karena belum cukup umur: usia masuk TK adalah 3 tahun. Dibawah usia itu harus masuk Nursery School yang tidak mendapat bantuan uang sekolah. Pendaftaran sekolah di Jepang adalah bulan April, sementara pada April 2005 usia Hikari baru 3 tahun kurang 3 bulan. Kurang 3 bulan saja (!) tapi sekolah tetap tidak menerima Hikari. Hikari baru boleh masuk saat usianya 3 tahun 1 hari! Hikari ulang tahun bulan Juli akhir, tapi pada saat yang sama akhir Juli sampai akhir Agustus, sekolah libur. Jadilah Hikari masuk sekolah bulan September awal di usianya yang 3 tahun 1 bulan.
Entah karena perbedaan cara mengajar, atau karena umurnya yang memang lebih 'tua', perkembangan Hikari di sekolahnya yang baru maju jauh lebih pesat. Dalam jangka waktu 2 bulan saja Hikari berubah menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Beberapa hal saja, dia bisa dan mau duduk diam bila sedang mengerjakan sesuatu dan mempunyai rentang perhatian yang lebih lama. Dia juga tahu kapan waktu untuk bermain dan kapan waktu untuk melakukan hal yang lain, seperti membaca buku atau menggambar. Dan... dia sekarang senang mewarnai dan sudah bisa menggambar!
Umur sekolah Hikari di Jakarta hanya 6 bulan. Setelah itu kita pindah ke Jepang. Di sini, Hikari belum bisa diterima di TK karena belum cukup umur: usia masuk TK adalah 3 tahun. Dibawah usia itu harus masuk Nursery School yang tidak mendapat bantuan uang sekolah. Pendaftaran sekolah di Jepang adalah bulan April, sementara pada April 2005 usia Hikari baru 3 tahun kurang 3 bulan. Kurang 3 bulan saja (!) tapi sekolah tetap tidak menerima Hikari. Hikari baru boleh masuk saat usianya 3 tahun 1 hari! Hikari ulang tahun bulan Juli akhir, tapi pada saat yang sama akhir Juli sampai akhir Agustus, sekolah libur. Jadilah Hikari masuk sekolah bulan September awal di usianya yang 3 tahun 1 bulan.
Entah karena perbedaan cara mengajar, atau karena umurnya yang memang lebih 'tua', perkembangan Hikari di sekolahnya yang baru maju jauh lebih pesat. Dalam jangka waktu 2 bulan saja Hikari berubah menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Beberapa hal saja, dia bisa dan mau duduk diam bila sedang mengerjakan sesuatu dan mempunyai rentang perhatian yang lebih lama. Dia juga tahu kapan waktu untuk bermain dan kapan waktu untuk melakukan hal yang lain, seperti membaca buku atau menggambar. Dan... dia sekarang senang mewarnai dan sudah bisa menggambar!

My personal opinion? Hebat! Steve benar-benar membuka mata saya dan Papap tentang seorang anak laki-laki! Psikolog ini menjelaskan hubungan antara hormon anak laki-laki yang berkaitan dengan 'kelakuannya', ia juga memaparkan risetnya, dll dsb.
Ada satu topik yang sungguh tidak bisa saya lupakan dari buku ini, mengenai When Boys Should Start School. Yang kutipannya seperti ini...
Hal 12: EARLY CHILDCARE IS NOT GOOD FOR BOYS
If at all possible, a boy should stay home with one of his parents until age three. Childcare of the institutional kind -such as large childcare centers- does not suit boys' nature during these very early years. Many studies have shown that boys are more prone than girls to separation anxiety and to becoming emotionally shut down as a result of feeling abandoned. Also a boy of this age can develop restless or aggressive behavior in childcare and carry this label, and the role that goes with it, right on into school.
Hal 68: STARTING SCHOOL - Why Boys Should Start Later
Hal 68: STARTING SCHOOL - Why Boys Should Start Later
At the age of six or seven, when children start serious schooling, boys are six to twelve months less developed mentally than girls. They are especially delayed in what is called 'fine-motor coordination', which is the ability to use their fingers carefully and hold a pen or scissors. And since they are still in the stage of 'gross-motor' development, they will be itching to move their large muscles around, so they will not be good at sitting still.
In talking to heads of infant departments.... , the same message comes through: 'Boys should stay back a year'. It's clear that all children should attend kindergarten from around five years of age, since they need the social stimulation and wider experiences it provides. But the boys should stay there longer -up to a year longer in some cases. For most, this would mean they move through school being a year older than the girl in the next desk. Which also means that they are, intellectually speaking, on par.
Eventually boys catch up with girls intellectually but, in the way school work now, the damage is already done. The boys feel themselves to be failures, they miss out on key skills because they are just not ready, and so get turned off from learning. In early primary school, boys (whose motor nerves are still growing) actually get signals from their body saying, 'Move around. Use me'. To a stressed-out first grade teacher, this looks like misbehavior. A boy sees that his craft work, drawing and writing are not as good as the girls', and thinks, "This is not for me!". He quickly switches off from learning, especially if there is not a male teacher available. "School is for girls", he tells himself.
Membaca buku ini membuat saya dan Papap berlomba menghitung umur Hikari. Akhirnya kami sudah sepakat, kalau mungkin, untuk memasukkan Hikari ke SD di usianya yang lebih dari 6 tahun. Dan, sama sekali tidak kurang. Alasannya, bukan semata-mata karena percaya 100% dengan buku ini, tapi kami sudah mempunyai cukup banyak contoh baik/buruk disekeliling kami. Bahkan kami mempunyai contoh di kerabat dekat kami sendiri, yang masuk sekolah terlalu awal ataupun yang masuk sekolah usia 7 tahun. Buku ini hanya sekedar menjadi referensi ilmiah 'kenapa'-nya. Sekarang ini kami sedang memikirkan 'bagaimana'-nya.
Papap sudah mengingatkan bahwa mungkin keputusan kami tidak populer. Bukankah di Indonesia, anak yang masuk sekolah lebih awal 'dianggap' lebih pintar? Belum lagi 'mengajarkan' kepada orang-orang bahwa less-developed mentally bukan berarti less-developed intellectually. Anak pintar tidak berarti mature. Anak yang mature, saya percaya, lebih bahagia dibanding... yang tidak mature, tentunya :)
catatan: kutipan diatas sudah pernah di-share di Blogfam dan Dunia Ibu. Tulisan ini aslinya ditayangkan disini.
Read More..
Membaca buku ini membuat saya dan Papap berlomba menghitung umur Hikari. Akhirnya kami sudah sepakat, kalau mungkin, untuk memasukkan Hikari ke SD di usianya yang lebih dari 6 tahun. Dan, sama sekali tidak kurang. Alasannya, bukan semata-mata karena percaya 100% dengan buku ini, tapi kami sudah mempunyai cukup banyak contoh baik/buruk disekeliling kami. Bahkan kami mempunyai contoh di kerabat dekat kami sendiri, yang masuk sekolah terlalu awal ataupun yang masuk sekolah usia 7 tahun. Buku ini hanya sekedar menjadi referensi ilmiah 'kenapa'-nya. Sekarang ini kami sedang memikirkan 'bagaimana'-nya.
Papap sudah mengingatkan bahwa mungkin keputusan kami tidak populer. Bukankah di Indonesia, anak yang masuk sekolah lebih awal 'dianggap' lebih pintar? Belum lagi 'mengajarkan' kepada orang-orang bahwa less-developed mentally bukan berarti less-developed intellectually. Anak pintar tidak berarti mature. Anak yang mature, saya percaya, lebih bahagia dibanding... yang tidak mature, tentunya :)
catatan: kutipan diatas sudah pernah di-share di Blogfam dan Dunia Ibu. Tulisan ini aslinya ditayangkan disini.
Posted by Mariskova at 10:31 AM 6 comments
Labels: Education
Subscribe to:
Posts (Atom)